Selasa, 21 Maret 2017

Ilmu Kesehatan Masyarakat



 

Undang-Undang K3

  1. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
  2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  3. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan Pemerintah terkait K3

  1. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
  2. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
  3. peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
  4. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.

 Peraturan Menteri terkait K3

  1. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
  2. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
  3. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
  4. Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
  5. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
  6. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
  7. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
  8. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
  9. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
  10. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
  11. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
  12. Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.
  13. Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
  14. Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
  15. Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
  16. Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
  17. Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
  18. Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
  19. Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur Petir.
  20. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  21. Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  22. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  23. Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  24. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
  25. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.
  26. Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

Keputusan Menteri terkait K3

  1. Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  2. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
  3. Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  4. Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
  5. Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
  6. Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
  7. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
  8. Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
  9. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.
  10. Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
  11. Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Instruksi Menteri terkait K3

  1. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.

 Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3

  1. Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.
  2. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
  3. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik.


 BAHAYA TEMPAT KERJA
a. Jenis-jenis Bahaya

1) Bahaya Fisik

Bahaya fisik termasuk sesuatu yang mungkin secara langsung dapat membuat cedera. Jenis bahaya ini termasuk  :
·            Gerakan bagian peralatan seperti mesin bubut atau sabuk konveyor.
·            Bising, getaran, pencahayaan, debu, tekanan udara.
·            Penanganan manual dan pengangkatan.  
2) Bahaya bahan kimia
Hal ini dapat disebabkan oleh :
·         Gas, Asap, Cairan, dan zat berbahaya lainnya.
3) Bahaya Ergonomi
'Ergonomi' adalah melakukan sesuatu untuk digunakan dengan cara yang tepat dan mudah. Bahaya ergonomi terjadi jika desain peralatan yang buruk atau tata letak peralatan yang tidak tepat, sebab dapat menyebabkan cedera.

4) Bahaya Radiasi
Bahaya radiasi dapat ditimbulkan oleh berbagai peralatan :
·            Radiasi microwave (gelombang mikro) pergeseran radio transmitter berdaya tinggi atau kesalahan pemanas microwave.
·            Cahaya laser berdaya tinggi
·            Pemanas infra-red berdaya tinggi
·            Sinar gamma dari zat radio aktif
·            Radiasi ultra-violet dari matahari.
5) Bahaya Psikologi
Bahaya psikologi terjadi jika orang-orang tertekan (stress) atau tidak senang pada pekerjaan.
 6) Bahaya Biologi
Bahaya biologi dapat menyebabkan sakit dan menularkan infeksi dari kuman, dan lain sebagainya
b. Prinsip Pencegahan atau Pengontrolan Bahaya 
Walaupun setiap bahaya punya perlakuan secara individu, ada beberapa prinsip yang seharusnya diingat :
·   Dimana mungkin eliminir bahaya
Untuk contoh, hentikan penggunaan bahan kimia yang berbahaya. Mengeliminir bahaya seharusnya selalu menjadi tujuan pertama dalam membuat tempat kerja yang aman.
·   Jika anda tidak bisa mengeliminir bahaya, cari cara yang aman untuk mengerjakannya.
Ini dapat berarti pengontrolan dalam beberapa cara, untuk contoh; tutup kebisingan mesin dengan kotak penyekat, atau pastikan keefektifan pengaman yang ditempatkan disekitar bagian mesin yang bergerak.
Itu dapat juga berarti keamanan proses atau bahan, seperti pemindahan bahan untuk mesin lebik baik dengan motorisasi konveyor dibandingkan dengan tangan, atau penggantian bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang aman.
Dalam semua situasi anda seharusnya memastikan hal berikut :
·   Prosedur dan sistim kerja yang aman
Ini dapat termasuk :
- Melatih dan mensupervisi pekerja.
- Mempunyai surat izin melakukan pekerjaan yang ditetapkan.
- Melakukan rotasi pekerjaan.
- Tatalaksana yang baik  (lihat Topik 3).

·   Gunakan peralatan dan pakaian pelindung
Alat keselamatan seperti kaca mata debu, masker,  sarung tangan, pelindung telinga,  dan alat pernafasan seharusnya digunakan dengan tepat. Pakaian kerja harus aman dan nyaman bekerja dekat mesin yang berputar, rambut panjang harus diatur dengan pengikat rambut atau pakai topi.

c. Bahaya dan Pencegahan / Pengontrolan
1)  Pengaturan  kerja
Cara kerja yang tidak teratur dapat menimbulkan masalah keselamatan. Contohnya pekerjaan berulang, kerja berpindah-pindah dan selalu lembur, bisa membuat rasa tertekan (stress) pekerja. Peralatan, area kerja, perabot dan benda-benda yang tidak sesuai dengan keperluan pekerja dan pekerjaan, juga dapat menyebabkan pekerja merasa tertekan (stress) dan risiko bisa terjadi.
Rancang kembali pekerjaan dan sistim kerja ;
·   Berikan pekerja keterampilan baru
·   Lindungi pekerja dari tekanan (stress) dan risiko celaka
·   Tingkatkan efesiensi
·   Kembangkan prosedur keselamatan secara menyeluruh
Pengaturan kerja dapat ditingkatkan dengan cara berikut :
·         Pekerja seharusnya mempunyai variasi tugas untuk melakukan pekerjaan.
·         Pekerjaan seharusnya dirotasi.
·         Beban kerja yang berat seharusnya dikurangi.
·         Dimana beban kerja ringan, pekerja seharusnya diberikan pekerjaan lain untuk dikerjakan.
·         Tetapkan istirahat atau lakukan istirahat yang seharusnya.
·       Pekerja seharusnya punya pendapat tentang bagaimana pekerjaan mereka dilaksanakan.
·         Permesinan, alat potong dan perlengkapan seharusnya di rancang atau dimodifikasi, atau disesuaikan  dengan pekerja dan pekerjaan.

 2) Gerakan  m e s i n
Gerakan bagian mesin dapat berbahaya. Bahaya yang disebabkan oleh mesin dapat dicegah atau dikontrol dengan cara berikut :
·         Pengaman harus dirancang sepantasnya, terjaga pada tempatnya dan berfungsi.
·         Ketika menggunakan mesin, pekerja seharusnya memakai pakaian kerja yang aman (seperti lengan pendek), dan semua perhiasan harus dilepas. Rambut panjang diatur pakai pengikat rambut dan PPE (personal protective equipment) dipakai dimana perlu.
·         Mesin seharusnya tidak digunakan jika bermasalah.
·         Sekitar area kerja mesin seharusnya punya penerangan yang baik dan terjaga kebersihan serta bebas sampah/kotoran.

3) Pengaruh kebisingan
Kebisingan yang terlalu keras, terlalu tinggi atau terdengar terlalu sering dapat merusak pendengaran pekerja. Batas normal pendengaran manusia untuk tingkat kebisingan adalah ± 80 – 90 desibel. Sebagai perbandingan tingkat kebisingan dapat dilihat pada topik 4 (Polusi pada Industri)
Mengapa kebisingan berbahaya :
·         Dapat membuat pekerja kehilangan beberapa atau semua pendengaran.
·         Kebisingan atau kehilangan pendengaran dapat membuat pekerja susah berkonsentrasi; ini dapat menyebabkan kecelakaan.
·         Pekerja dengan kehilangan pendengaran mungkin tidak sadar mendekati bahaya.
·         Kebisingan atau kehilangan pendengaran dapat menyebabkan kelelahan, sakit kepala dan stress.
Bagaimana bahaya dapat dicegah atau dikontrol :
·         Pemberi kerja dapat mengurangi kebisingan di pabrik yaitu meletakan mesin dalam kotak peredam suara atau dibelakang pelindung suara untuk menghentikan penyebaran kebisingan.
·         Mesin dirancang dengan tingkat kebisingan sesuai standar kebisingan normal.
·         Alat ukur yang menyatakan batas kebisingan dapat ditempatkan pada area kerja atau dibawa oleh pekerja.
·         Pekerja sewaktu-waktu dapat mengambil jarak dari pekerjaan sehingga mereka tidak kontak dengan kebisingan sepanjang waktu.
·         Pekerja harus memakai pelindung telinga atau penutup (ear plugs). Pelindung telinga atau ear plugs harus dalam kondisi baik dan diperiksa secara tetap untuk pemakaian dan perawatan. Pelindung itu harus dibersihkan atau diganti sesuai dengan jenis dan cara perawatannya (Pelindung dari busa dapat dicuci dan diganti perminggu, sedangkan dari karet cukup dibersihkan setiap akan atau setelah dipakai).
·         Pendengaran pekerja seharusnya diperiksa atau diuji secara tetap.

4) Penanganan manual
Bilamana secara fisik pekerja memindahkan sesuatu,  maka disebut sedang melakukan penanganan manual
Mengapa penanganan manual dapat berbahaya :
·         Punggung, terutama bagian bawah dapat cedera
·         Persendian dan urat tendon pada kaki, lengan dan punggung dapat tertarik tegang (keseleo)
·         Sambungan pada lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku dan bahu dapat terjadi peradangan.
·         Syaraf bisa rusak
·         Tulang bisa patah
·         Nyeri otot dan tegang dapat terjadi
·         Dapat menyebabkan hernia (perut turun)
·         Jantung dan pernafasan dapat menjadi buruk
·         Kelelahan dari kerja fisik dapat menyebabkan kecelakaan.
Penyebab utama cedera dari kejadian penanganan manual adalah : Kelebihan penggunaan tenaga, pengulangan tindakan, sikap badan jelek dan penggunaan perabot dan bangku yang salah ketinggian atau rancangan.
(Lebih jelasnya posisi atau cara pengangkatan manual yang benar, lihat Paket  Pembelajaran dan Penilaian Penanganan Material )

5) Reaksi bahan kimia
Bahan kimia dapat berbentuk padat, cairan atau gas. Peraturan Barang-barang Berbahaya (Gudang dan Penanganan), 1989, menjelaskan bagaimana tingkatan dari bahan kimia diketahui sebagai klasifikasi 'Barang Berbahaya'. Penggolongan  barang berbahaya termasuk :
·         Racun
·         Gas
·         Cairan mudah terbakar
Bahan kimia digunakan secara luas pada industri sehingga penting untuk mengetahui cara penanganan yang aman dan penggunaan semua bahan kimia. Risiko untuk pekerja dengan penggunaan bahan kimia dapat ditentukan oleh bagaimana bahan kimia digunakan, seberapa sering digunakan dan dalam kondisi bagaimana digunakan.
Pada tempat kerja seharusnya tersedia daftar bahan kimia, yang berisikan semua bahan kimia, dimana bahan tersebut disimpan dan digunakan. Informasi tentang kandungan bahan kimia ada pada lembaran data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS).
(Contoh MSDS dapat dilihat pada  Paket  Pembelajaran dan Penilaian Penanganan Material)
Lembaran ini berisikan keterangan sebagai berikut :
·         Apa zat yang dikandung.
·         Informasi tentang bagaimana zat tersebut dapat berbahaya
·         Tindakan pengamanan untuk penggunaannya.
·         Informasi tentang penangan zat tersebut secara aman.
Ada personal tertentu atau pembimbing ditempat kerja yang memanfaatkan MSDS, tetapi semua pekerja dapat melihatnya dan seharusnya mengetahui maksudnya. Pada tempat kerja, pekerja dapat mengamati MSDS di pusat kesehatan atau minta supervisor area kerja untuk memperlihatkannya. Setiap penggunaan bahan kimia, supervisor atau ahli K3 seharusnya memberikan penjelasan sebelum digunakan. 
Undang-undang dan Kode Praktik membicarakan tentang 'exposure standars' (standar kontak langsung). Ada batas aturan, perkiraan waktu pekerja dapat kontak langsung dengan bahan kimia selama hari kerja setiap minggu. Setiap bahan kimia mempunyai perbedaan terhadap exposure standars. Informasi tentang exposure standars dapat ditemukan pada MSDS.
Mengapa bahan kimia dapat berbahaya
·         Bahan kimia dapat terbakar atau memerihkan (iritasi) kulit, mata, hidung dan tenggorokan.
·         Bahan kimia dalam bentuk asap, uap, kabut, semprotan, debu, kukus dan cairan dapat terhirup atau terhisap menjadi radang paru-paru dan kulit. Bahan kimia beracun, dapat menyebabkan luka bakar, radang paru-paru, asthma, bronchitis, mati lemas  atau penyakit lainnya.
·         Bahan kimia dapat terminum atau terhisap kedalam usus menyebabkan keracunan, pingsan dan  sakit, bahkan kematian.
·         Bahan kimia dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan.

6) Alkohol dan penggunaan obat bius
Bila pekerja berada dalam kondisi stress bekerja, biasanya mempunyai masalah dirumah atau kekhawatiran lainnya, penyalah-gunaan alkohol, resep obat atau obat bius. Pekerja yang meminum atau menggunakan pengobatan atau obat bius akan mempengaruhi pekerjaan mereka sendiri dan bekerja dengan berisiko membahayakan diri sendiri dan orang disekitarnya.
Bekerja dengan perasaan tidak enak akibat pengaruh minuman keras sebelumnya atau dibawah pengaruh obat bius dan alkohol dapat menyebabkan kecelakaan. Hal itu dapat juga berpengaruh pada tanggapan atau respon seseorang untuk masalah keselamatan atau keadaan darurat.
Pusat kesehatan pada tempat kerja seharusnya menginformasikan tentang bahaya penggunaan sembarangan  obat bius, alkohol dan obat sejenis yang dapat mempengaruhi kesadaran seseorang. Ada petunjuk dan saran penting pada tempat kerja serta perlu diketahui juga untuk masyarakat,  yaitu melarang pekerja yang minum alkohol dan menggunakan obat bius.

7) Bahaya lain ditempat kerja
Tergantung pada sifat perusahaan dan tempat kerja, adanya variasi bahaya lain yang mungkin berpotensi menyebabkan cedera atau sakit. Beberapa bahaya yang nyata diantaranya adalah :
Area gudang                   - truk forklift (alat pengangkat)
Bengkel mesin               - pencahayaan/penglihatan
Konstruksi                       - berlebihan panas,  berlebihan dingin, atau ketinggian

0 komentar:

Posting Komentar

Ilmu Kesehatan Masyarakat

  Undang-Undang K3 Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie). Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerj...

Cari Blog Ini

Translate